Kisah Keadilan Restoratif: Penjual Tabung Gas di Palu Damai dengan Korban, Tuntutan Dihentikan
Revolusi Hukum: Jaksa Agung Setujui Penyelesaian 8 Kasus Lewat Keadilan Restoratif, Ikal Beruntung

Foto Tabung Gas LPG 3 Kg dan Himbauan Agar Tidak Membeli Tabung Gas Sembarangan (Sumber: Dok. Pribadi)
SIGAPNEWS.CO.ID - Dalam langkah yang mencerminkan komitmen nyata terhadap keadilan restoratif, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan atas delapan kasus pidana pada Kamis (26/9/2024). Keputusan ini merupakan bagian dari upaya merangkul perdamaian dan penyelesaian konflik, tanpa harus melewati jalur pengadilan.
Melalui ekspose virtual, JAMPIDUM menyetujui delapan permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice. Salah satu yang menonjol adalah kasus Tersangka Fikri Haikal alias Ikal, dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP terkait penadahan. Kejaksaan Negeri Palu dengan gigih menginisiasi penyelesaian kasus ini, melalui mediasi yang menghasilkan perdamaian antara tersangka dan korban.
Restorative Justice yang Menyentuh Hati: Kisah Ikal dan Jalan Keluar Damai
Fikri Haikal alias Ikal, tersangka penadahan, terlibat dalam peristiwa penjualan barang-barang milik orang lain, termasuk tabung gas dan handphone, yang diinstruksikan oleh rekannya, Fergiawan. Tindakan ini, yang terjadi pada bulan Juni 2024, mengakibatkan kerugian korban sebesar Rp 3.500.000.
Namun, yang membedakan kasus ini adalah penyelesaian damai yang dilakukan di luar ruang sidang. Diinisiasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Palu, Muhammad Irwan Datuiding, S.H., M.H., serta tim jaksa fasilitator, proses mediasi ini membawa hasil luar biasa. Tersangka Ikal mengakui kesalahannya, menyesal, dan dengan tulus meminta maaf kepada korban. Respons dari korban juga luar biasa, yaitu dengan menerima permintaan maaf dan meminta agar proses hukum dihentikan.
Kejaksaan Menjadi Pelopor Perdamaian Melalui Restorative Justice
Bukan hanya Ikal yang mendapatkan kesempatan kedua melalui keadilan restoratif. JAM-Pidum juga menyetujui tujuh kasus lainnya di berbagai daerah, meliputi berbagai tuduhan mulai dari penadahan hingga pencemaran nama baik. Beberapa di antaranya adalah:
- Eric Pikel Tamaula alias Ricard dari Kejaksaan Negeri Palu (penadahan).
- Andi Ashadul Islami alias Andi dari Kejaksaan Negeri Palu (penadahan).
- Irwan alias Iwan dari Kejaksaan Negeri Tolitoli (pencurian).
- Kasman bin Yoji dari Kejaksaan Negeri Donggala (pencurian dengan pemberatan).
- Abdul Rif'an bin Abdul Ghofur dari Kejaksaan Negeri Demak (penganiayaan).
- Nadella binti Syafrizal dari Kejaksaan Negeri Sabang (pencemaran nama baik).
- Arifin Samarang alias Ipin dari Kejaksaan Negeri Pohuwato (penganiayaan dan perlindungan anak).
Keadilan yang Menginspirasi: Landasan Restorative Justice
Pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini didasari oleh beberapa hal penting:
- Proses perdamaian dilakukan dengan sukarela.
- Tersangka menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf kepada korban.
- Korban memberikan maaf dan menginginkan penghentian proses hukum.
- Tersangka berjanji tidak akan mengulangi tindakannya.
- Ancaman hukuman yang tidak lebih dari lima tahun penjara.
Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Melalui langkah ini, diharapkan keadilan dapat dicapai dengan cara yang lebih manusiawi dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.
Mengubah Sistem: Komitmen Kejaksaan dalam Memberikan Kepastian Hukum
Langkah ini menunjukkan bahwa hukum bukan hanya soal menghukum, tetapi juga tentang membangun jembatan perdamaian. JAMPIDUM menginstruksikan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.
Dengan ini, kejaksaan menjadi pelopor dalam mengubah wajah sistem peradilan pidana di Indonesia, memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang berhak, serta menunjukkan bahwa keadilan sejati tidak selalu diukur dari berapa lama seseorang dipenjara, tetapi dari seberapa besar dampak positif yang dihasilkan dari sebuah perdamaian. Restorative Justice kini menjadi simbol harapan baru dalam sistem hukum yang lebih bermakna dan menyeluruh.
Editor :M Amin
Source : Humas Kejagung RI