Restorative Justice: Langkah Inspiratif JAMPIDUM Menyelesaikan Perkara Pencurian di Medan

Gambar Ilustrasi Pencurian Motor (Sumber Gambar: https://pid.kepri.polri.go.id/)
SIGAPNEWS.CO.ID | JAKARTA - Di bawah kepemimpinan yang visioner dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kejaksaan Agung RI kembali menorehkan jejak inspiratif dalam penerapan keadilan restoratif. Kali ini, upaya tersebut menyentuh hati banyak pihak dengan menyelesaikan perkara pencurian yang melibatkan Didi Askari alias Didi di Medan melalui pendekatan yang lebih manusiawi dan penuh kebijaksanaan.
Pada Selasa, 27 Agustus 2024, dalam sebuah ekspose yang penuh dengan semangat keadilan yang berpihak pada kebenaran, JAMPIDUM secara tegas menyetujui permohonan penghentian penuntutan bagi 11 perkara yang diajukan. Salah satunya adalah perkara yang menimpa Didi, yang dituduh melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Peristiwa yang bermula dari sebuah tindakan pencurian sepeda motor di Kota Medan pada 6 September 2023 ini, berakhir dengan proses perdamaian yang mengutamakan dialog dan saling pengertian antara pelaku dan korban.
Dalam proses yang penuh haru, Didi mengakui kesalahannya dan meminta maaf dengan tulus kepada korban, Dinda Puspita. Tidak hanya itu, Dinda pun menunjukkan kebesaran hatinya dengan memaafkan Didi dan meminta agar proses hukum dihentikan. Ini adalah momen di mana hukum tidak hanya menjadi alat pemidanaan, tetapi juga jembatan bagi rekonsiliasi dan pemulihan hubungan sosial.
Keputusan ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai keadilan restoratif yang diusung Kejaksaan Agung, tetapi juga menggugah kesadaran bahwa dalam banyak kasus, solusi yang terbaik bukanlah melalui hukuman, tetapi melalui pendekatan yang lebih lembut dan penuh empati. Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, dengan bijaksananya, memperlihatkan bahwa keadilan tidak selalu harus bersifat represif, tetapi bisa menjadi sarana untuk memulihkan, mengembalikan harmoni, dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.
Tidak hanya perkara Didi, JAMPIDUM juga menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif untuk 10 perkara lainnya, yang melibatkan berbagai tindak pidana dari penganiayaan hingga penadahan. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk proses perdamaian yang telah terjadi, penyesalan dan permohonan maaf dari para tersangka, serta respon positif dari masyarakat.
Perkara-perkara yang dimaksud yaitu:
Di Kepulauan Talaud, tersangka Brando Aiba dan Melki Marune dihadapkan pada Pasal 351 Ayat (1) KUHP terkait penganiayaan. Sementara itu, di Minahasa Selatan, Yulius Karter Lasut juga didakwa dengan pelanggaran yang sama.
Di Kotamobagu, Steven Mukuan alias Sinar dituduh melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sedangkan di Majalengka, Jujum Mulyadi alias Ajum bin Suharja dihadapkan dengan tuduhan penadahan berdasarkan Pasal 480 ke-1 KUHP.
Kasus penadahan lainnya juga melibatkan I Sayfun Lizam alias Dedi bin Tupon dan Sudarisman alias Sudar bin Panto Mugiharjo dari Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, kasus pelanggaran lalu lintas melibatkan Surato alias Parto bin Wiryo Tardi (Alm) dan Suherlambang, yang masing-masing disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) dan Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Di Nias Selatan, tersangka Hasanema Daya alias Ama Martin, dan di Samosir, tersangka Sari Bahtiardo Samosir alias Pak Douglas, keduanya menghadapi tuduhan penganiayaan berdasarkan Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Melalui kebijakan ini, Kejaksaan Agung RI menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan dan bersifat membangun. Ini adalah langkah maju yang menunjukkan bahwa keadilan tidak hanya tentang menjatuhkan hukuman, tetapi juga tentang memberikan kesempatan kedua, memperbaiki kesalahan, dan membangun kembali kehidupan yang lebih baik.
Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum., Kepala Pusat Penerangan Hukum, menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif ini merupakan bagian dari perwujudan komitmen Kejaksaan dalam menghadirkan hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga bijaksana dan berpihak pada kemanusiaan. Ini adalah inspirasi bagi kita semua untuk melihat bahwa hukum bisa menjadi alat yang menciptakan kedamaian, bukan sekadar alat pemidanaan.
Editor :M Amin
Source : Press Release Humas Kejagung RI